Wednesday, December 3, 2008

(3) Raihlah bintang bintang itu


Ada awan komulus bergumpal indah di ujung langit. Warna biru tak bertepi. Tak terjangkau batas penglihatan manusia. Mungkin juga pikiran manusia. Alam semesta tak berbatas, tak beujung, tak bertepi. Pikiran dan impian manusia selalu melanglang alam semesta. Lamunan tentang kehidupan. Impian tentang kebahagiaan dan kedamaian. Hidup kadang dalam lamunan indah menelusuri awan menembus cakrawala.

Bram membayangkan Rosa, Pipit Rosalina, menari di antara gumpalan awan. Di antara pelangi dia melambaikan tangan. Sementara hatinya berdesir indah setiap wajah yang sejuk dan cantik itu mampir di ingatannya. Seandainya dia bisa berjalan bersama, menari bersama di antara awan indah itu. Berjalan bersama mengarungi semesta sampai akhir cakrawala. Impian indah. Kadang suatu saat hidup seperti dalam impian. Disitulah dia bisa merasakan kebahagiaan dan kedamaian yang dalam. Mungkin hanya sesaat. Tetapi dia merasakan kenikmatan luar biasa. Perasaan orang muda yang sedang jatuh cinta, selalu melayang melanglang buana.

Tak aneh jika dalam legenda Jawa, setiap ada tokoh pewayangan yang jatuh cinta atau kasmaran selalu diiringi irama gamelan khusus. Supaya bisa melamun dan melanglang buana dengan lebih asyik. Bahkan Burisrawa, tokoh legenda dalam cerita wayang itu kalau jatuh cinta selalu menari (Burisrawa gandrung) sambil menyanyikan lagu lagu khusus pula. Nggak tahulah, mungkin di jaman kuno dulu para raja jika sedang jatuh cinta, selalu melamun sambil diiringi irama gamelan. Di jaman modern ini mungkin hanya para dalang yang nyetel klenengan jika sedang bermain cinta, sekalian kaki memainkan kecrek.

Sudah lewat petang ketika Bram terbangun. Rupanya sejak siang tadi ketiduran di kamar depan. Jendela terbuka, angin dingin terasa menyentuh. Badannya terasa segar kembali. Rasa ngantuk dan letih sudah hilang sama sekali. Hanya pikirannya yang masih menyanyi. Dia cepat cepat mandi dan ganti baju hangat. Kaos hangat warna merah hati pemberian kakak sepupunya Rio, selalu dia bawa jika dia ke Bandung. Karena dua alasan. Pertama, Bandung memang berhawa dingin. Kedua, Rio si pemberi kaos itu, bahkan Pakdhe dan Budhenya akan senang jika kaos itu dipakai. Bram selalu ingat dan menghargai pemberian orang lain.

Pakdhe Dewanto dan Budhe Larasati sedang duduk di halaman samping sambil menikmati teh hijau. Belum ada jam delapan malam. Langit bertabur bintang. Di ujung langit nampak rembulan memantulkan sinar lembut. Planit Venus nampak ceria. Dengan pantulan sinar lebih tajam.

"Baru bangun kamu Bram. Silahkan makan. Pakdhe sama saya sudah duluan tadi. Nggak sampai hati membangunkanmu. Kamu tidur lelap sekali."

"Terima kasih Budhe. Nanti saja, belum terasa lapar" kilah Bram.
Kebiasaannya sebenarnya, mulai makan sebelum terasa lapar, dan berhenti makan sebelum terasa kenyang. Ini bisa membuat stabil kondisi dan berat badan. Tetapi sekali ini dia agak nggak enak, pekewuh.

"Kapan selesai kuliahmu anak muda?. Apa rencana selanjutnya? Jangan pasif semata mata. Manusia harus membuat rencana masa depannya"

Bram terperangah mendapat pertanyaan bertubi walaupun memang dia datang ke Bandung khusus untuk minta nasehat khusus tentang masalah karier masa depannya. Di jaman ini semua harus pakai nasehat. Para pejabat selalu memohon pengarahan dari penguasa yang lebih tinggi. Dalam pembukaan acara resmi kedinasan, selalu ada pidato pengarahan. Kurang afdol jika tak ada. Acara pertemuan ilmiah juga harus ada pidato pengarahan, walaupun penguasa yang memberikan belum tentu tahu isi pokok masalah yang dibahas. Mungkin isinya hanya basa basi kata selamat datang buat para peserta. Tetapi karena namanya pidato pengarahan, rasanya jadi afdol. Ini masalah prinsip. Tak bisa ditawar. Mau melamar calon penganten atau acara mantenan juga harus ada pidato pengarahan. Supaya pasangan penganten nanti bisa hidup rukun sampai akhir hayat. Seperti mimi dan mintuna. Walaupun yang memberikan pengarahan kadang2 sudah kawin cerai berulang kali. Sekali lagi ini masalah prinsip. Nggak tahu prinsip dari mana.

"Saya sendiri masih samar samar Pakdhe. Belum ada rencana pasti. Romo ibu sih penginnya saya magang di pemerintahan" .

"Jadi pamongpraja ? Jadi camat ? Kamu lulusan perguruan tinggi jurusan Hubungan Internasional, apa bisa bersaing sama lulusan APDN itu? Kamu kan nggak terlatih nggebuki orang waktu mahasiswa ?

Bram hanya terdiam melihat langit yang bertabur bintang. Tak enak menyangkal sindiran Pakdhenya. Mahasiswa APDN yang direncanakan menjadi pamong praja atau camat yang baik, malah terkenal suka main gebuk dan keroyok. Minimal nendhang. Dia tercenung kosong. Bingung memikirkan masa depan kariernya.

" Bram lihatlah bintang bintang di langit itu nak. Rencanakan kariermu, ukirlah masa depanmu untuk meraih bintang bintang itu. Demi kebahagiaanmu dan kebanggaan romo ibumu". Budhe Larasati, sok melankolis, pikir Bram. Tetapi pikirannya melayang ke Pipit Rosalina. Seandaninya saya bisa merangkai perjalanan karier disampingnya.

"Kamu berpenampilan tenang dan punya kemampuan komunikasi bagus, maganglah jadi seorang diplomat. Kamu bisa menyumbang lebih banyak buat bangsamu" "Saya menggeluti dunia diplomatik berpuluh tahun. Dunia yang indah dan rumit. Penuh seni negosiasi".

"Saya akan berpikir pikir dulu Pakdhe"

Tak berani dia langsung mengiyakan atau membantah nasehat Pakdhenya. Kalau didebat dengan satu kata orang satu ini balik dengan dua puluh kata. Dia memang telah makan garam puluhan tahun di dunianya. Keinginan Bram untuk menjadi pamong praja, entah Bupati, Residen atau minimal Wedono sedikit kendur. Tak pernah dia ingin jadi camat. Apalagi kalau syaratnya harus terlatih nggebuki orang. Salah satu adik eyangnya dulu di akhir revolusi, harus masuk penjara karena nggebuki maling ayam sampai mati. Beliau lurah di salah satu desa di Bantul. Dalihnya nggak sengaja membunuh, hanya mau bikin kapok. Tetapi maling itu dipukul pakai doran, kayu dari pohon enau yang terkenal keras.

"Silahkan baca buku buku sejarah dalam diplomasi Bram. Pelajari kisah Sutan Syahrir, Perdana Menteri termuda. Umurnya baru tiga puluh tiga tahun waktu itu, tetapi pidatonya di depan sidang umum Perserikatan Bangsa Bangsa Bangsa, telah meluluh lantakkan diplomasi diplomat senior Belanda. Indonesia mendapat pengakuan defacto dari PBB. Ingat kan kisah presiden Kennedy almarhum? Jika beliau nggak pinter di dunia politik dan diplomasi, atau terbawa emosi menanggapi Perdana Menter Uni Soviet, Nikita Kruschev yang angin anginan dan semau gue, pasti sudah terjadi perang nuklir.

Jika kamu serius berminat, saya akan kenalkan dengan temanku Rinto yang dinas di Pejambon, di Departemen Luar Negeri. Kami bertiga dengan Kresno almarhum sudah seperti saudara sewaktu di front Banaran. Saya sama Rinto sedang tidak berada di Banaran ketika peristiwa itu tejadi. Kami harus bertugas sebagai kurir, menyampaikan pesan ke daerah Sumowono. Rinto berpembawaan tenang dan tidak emosional. Jika kami berdua disana, tak akan terjadi penghadangan itu. Hanya puluhan pejuang masih hijau dengan empat pucuk bedhil, menghadang konvoi Gurkha satu batalyon. Kresno gugur bersama semua teman pejuang. Ayah dan metuanya dibunuh Gurkha. Saya hanya menyaksikan jasadnya ketika kembali ke desa itu.

Pakdhe Dewanto terlihat berkaca kaca menceritakan kisah tragis dan heroik puluhan tahun lalu itu. Dia selalu berkeyakinan jika semua masalah pasti bisa diselesaikan dengan perundingan. Bramantyo terdiam. Tak bisa mengeluarkan sepatah katapun. Dia mencamkan pesan pesan Pakdhenya, dunia diplomasi, mencegah penyelesaian masalah dengan senjata dan kekerasan. Dia mencamkan nasehat Budhe Larasati, raihlah bintang bintang itu. Akhirnya kembali wajah Rosa mampir dalam kalbunya.

4 comments:

  1. ki Ageng...
    memang mimpi kadang indah.....tapi kadang meyakitkan.....
    sesuatu yang indah mungkin dipengaruhi oleh hasrat dan imajinasi..dan kejadian yang menyenangkan sedang yang buruk mungkin dipengaruhi bayang bayang kegagalan, trauma dan masa silam yang menyakitkan......
    ah..kok ngoyoworo...hehehe terus menyimak.....semakin...menunggu.....
    Salam....

    ReplyDelete
  2. Wah kita memang senang menikmati mimpi dan lamunan indah. Tetapi "hidup bukan semata impian". Terusnya akhir pekan nanti "Hibiscus Rosa Sinensis"
    Salam

    ReplyDelete
  3. Terima kasih ki ceritanya. Selalu menunggu lanjutan yg semakin asik. Salam selalu dari Phie-Midstate.

    ReplyDelete
  4. Terima kasih Novie. Salam hangat selalu dan terima kasih. Happy holiday

    ReplyDelete