Thursday, December 25, 2008

(5) Masih ada hari esok



Dengan langkah gontai Bram memasuki halaman rumahnya. Baru saja datang dari Bandung. Tidak naik bis. Naik kereta malam. Berangkat jam tujuh petang hari. Sampai stasiun Tugu jam empat dini hari. Tak ada yang istimewa sepanjang perjalanan. Dia hanya menatap langit malam diluar sana. Sampai bosan dan tertidur. Sorenya sebelum berangkat dia sempat tilpon Rosa. Hanya pamitan. Banyak yang ingin dia katakan. Tetapi lidah tak mampu megungkapkan. "Jangan lupa tulis surat ya jika sampai di Yogya. I will keep waiting Bram. " Itu pesan Rosa yang terus diingatnya. Lupa sih tidak mungkin. Cuma bisakah dia merangkai kata kata secara tepat. Apa yang harus dia ungkapkan? Dia ingin realistis. Benak kadang terisi banyak impian indah, kalau sedang mabuk cinta. Nantilah pikir belakangan. Masih ada hari hari esok untuk menulis dan merenda kata kata yang tepat. Pak Djo, pembantu setianya membukakan pintu.

"Lho Gus Bram, kok pagi benar ?".
"Saya naik kereta malam pak Djo. Romo ibu masih sare ya? Jangan dibangunkan". Dia bergegas masuk kamar. Pak Djo mengikuti membawakan tas sampai depan kamar.
"Apakah Gus mau saya buatkan kopi?"
" Terima kasih. Tetapi jangan berisik nanti membangunkan romo ibu".

Bram merebahkan diri di kasur, menunggu kopi siap. Pak Djo, pembantu setia itu sudah puluhan tahun bersama keluarganya. Hampir seperti anggota keluarga sendiri. Anak anaknya sudah berkeluarga dan tinggal di kampung. Isterinya meninggal beberapa tahun lalu. Bau harum kopi menyapu kamar, Pak Djo datang membawakan kopi.
"Gus banyak tamu datang mencarimu beberapa hari ini"
" Terima kasih. Letakkan di meja itu. Kamu kembali ke kamarmu pak Djo".
Agak malas Bram melayani percakapan pak Djo. Kalau dituruti dia bisa cerita ngalor ngidul. Termasuk cerita tentang Ratu Kidul segala. Dia ingin segera tidur istirahat. Esok bisa menanggap pembantunya ada cerita apa selama seminggu dia pergi ke Bandung. Bram terlelap kecapaian. Terlelap dalam impian impian indah. Tentang cinta.

Matahari telah meninggi ketika dia bangun. Burung burung berkicau di luar di pohon jambu yang rimbun. Sejenak bermalasan di tempat tidur. Jam telah menunjukkan pukul sembilan lewat. Bram masih malas beranjak dari kamar. Pikiran melayang kemana mana. Ketokan di pintu menghentikan lamunannya.

"Bram jika sudah mandi, sarapan telah siap sejak tadi. Bapakmu sudah berangkat pagi pagi" Suara ibunya lembut. Dia hapal betul suara itu. Mandi sama sarapan pagi menjadi ritual rutin yang selalu diingatkan oleh ibunya. Sejak dia kanak kanak.
"Iya Bu. Saya datang dengan kereta malam jam empat tadi. Pak Djo membuatkan kopi tadi".
"Dia nggak cerita apa apa ? Banyak yang mencarimu selama kau di Bandung. Mandi dulu nanti ceritanya diteruskan".

Bergegas Bram menuju kamar mandi. Pak Djo telah menyiapkan air hangat. Dia selalu menyiapkannya tiap pagi. Selesai mandi dia menuju meja makan. Sarapan telah siap, telor mata sapi, tahu goreng dan sambal kecap. Sambal kecap dan tahu goreng adalah makanan khas sarapan para mahasiswa. Terutama mereka mereka yang indekost. Jika kostnya mewah sedikit, sarapan pakai telor ceplok. Jika sedang krisis, sarapan pagi sambal kecap, makan siang kecap sambel. Ini cerita teman temannya yang kost.

"Bram, nak Reni kapan itu tilpon. Pengin ketemu sama kamu. Sempatkan tilpon atau ketemu. Nanti dikiranya saya nggak nyampaikan pesannya".
"Iya Bu, besok besok akan saya sempatkan menemuinya"
Bram menjawab singkat pesan ibunya. Dia mencoba menghindari pembicaraan mengenai Reni dengan ibunya. Bisa bisa melebar kemana mana. Ibu Reni punya hubungan dekat dengan ibunya. Mungkin ada hubungan kerabat jauh.
" Bagaimana kabar Pakdhe dan Budhemu di Bandung ? Sehat sehat kan? Beberapa temanmu dari kampus bolak balik mencarimu. Apa ada masalah serius?"
"Pakdhe dan Budhe, baik baik saja. Sempat cerita macam macam. Termasuk dia lari tunggang langgang dikejar pak Kanjeng . Juga cerita tentang pengalamannya selama menjadi duta besar".
"Jika mau ke kampus, hati hati ya. Kelihatannya suasana agak memanas minggu ini. Teman temanmu banyak menanyakanmu. Jangan lupa kontak nak Reni"

Ibunya selalu khawatir memikirkan kegiatan Bram sebagai aktivis mahasiswa. Aparat keamanan kadang2 bersikap ringan tangan terhadap para aktivis. Banyak aktivis di awasi KOPKAMTIB, sering diinterogasi dan dipermak selama interogasi.

***
Jam lima sore Bram sudah datang di rumah Reni di jeron beteng. Tepatnya di Ngadisuryan, sebelah barat alun alun kidul. Reni kebetulan tidak jaga. Dia duduk di tahun ke lima sekolah kedokteran. Satu setengah tahun lagi akan menyelesaikan pendidikan dokternya. Mereka berdua bersahabat dekat. Mungkin juga karena ada hubungan kerabat walaupun jauh, yang membuat mereka akrab. Namun orang tua masing masing mungkin berpikiran lain. Mereka mengharap hubungan Bram dan Reni berkembang lebih jauh.

" Mas Bram, ke Bandung kok nggak ngomong sama sekali ? Ada rahasia apa?" Reni menyambut Bram dengan riang seperti biasanya. Dia merasa akrab seperti kakak beradik dengannya.
" Sekedar mengunjungi Pakdhe, lama nggak bertemu. Juga tanya tanya soal karier masa depan".
"Rupanya mas Bram serius berpikir masa depan sekarang ya. Masih aktif di Dewan Mahasiswa kan?
"Aktif di dunia mahasiswa tak harus mengorbankan masa depan zoes. Saya pengin mencari karier di bidang yang saya tekuni. Diplomasi internasional. Anda ko-skap di mana sekarang?
"Baru seminggu ini masuk Bagian THT, di rumah sakit Mangkuwilayan. Lumayan nggak begitu tegang. Kasus darurat jarang jarang"
"Ibu bilang kau mencari saya ya? Apa ada sesuatu yang serius ?"
"Serius sih enggak mas Bram. Cuma pengin ketemu dan ngobrol saja. Biasanya saya tak pernah sempat ngobrol. Praktek klinik ini telah menyita seluruh waktu dan perhatian"
"Tak perlu menyesal. Jalan karier itu sudah kau pilih sejak awal kan. Dokter di klinik harus siap memisahkan waktu untuk pribadi dan tugas profesi"
"Jangan salah sangka mas Bram. Saya tak pernah menyesal. Hanya kadang kadang saya merasa kehilangan begitu banyak waktu bersama teman seperti waktu SMA dulu. I miss the beautiful time in the past".
" Tak usah sentimental. Hidup adalah perjalanan. Hidup adalah kenyataan Reni"
"Akhir akhir ini saya merasa bimbang sekali mas. Ada sesuatu yang akan saya ceritakan, jika anda tak keberatan. Saya perlu nasehatmu"
" Jangan ragu bila saya bisa membantu"

Reni akhirnya menceritakan jika ada salah seorang seniornya, telah mendekatinya sejak beberapa bulan ini. Hanya seminggu lalu dia bicara terus terang padanya. Herman beberapa tahun diatas Reni, saat ini sedang menjalani pendidikan spesialis kandungan. Reni juga tak kenal dekat benar dengannya. Orangnya pendiam dan serius. Sewaktu Reni ko skap di Bagian Kandungan, di rumah sakit Mangkuyudan, mereka sempat dekat. Reni belum pernah pacaran ataupun mempunyai hubungan istimewa dengan laki laki. Pria yang paling dekat dengannya, hanyalah Bram. Dia merasa dekat dengan Bram, sebagai teman dan kerabat. Tak ada getaran asmara. Tak ada birahi yang membara. Hanya platoonis semata.

"Mas Bram, saya tak pernah punya hubungan khusus dengan laki laki. Belum pernah pacaran. Masak mas Herman begitu kenal dekat langsung mau ngajak serius. Bingung saya".

"Reni, hidup dan kebahagiaan adalah pilihan. Ikuti suara hatimu. Jika kau merasa cocok dan mencitainya, sayangilah dia demi masa depanmu. You have all my support darling"

Bram agak terkejut sebenarnya. Namun dia sadar, Reni juga sudah saatnya memikirkan pilihan masa depannya. Sebentar lagi lulus dokter. Hubungannya dengan Reni, semata mata persahabatan. Tak mungkin berkembang lebih lanjut, walau dia selalu mengagumi dan menikmati hubungan itu. Reni begitu lembut dan ceria. Reni mempunyai ciri khas wanita Jawa, wajahnya oval dengan mata yang selalu berbinar indah. Pembawaannya selalu ceria. Orang harus berani memutuskan pada saat yang tepat. Jangan membuat kesan berkepanjangan seolah punya hubungan khusus, jika kedekatannya hanya semata mata persahabatan. Ini waktu yang tepat untuk menegaskan hubungan itu.
" Kapan kapan kenalkan saya sama Hermanmu ya. Saya ingin dia juga sangat menyayangimu. Kita akan tetap bersaudara, bersahabat dekat".
"Apakah anda kecewa mas Bram? 
"Nggak ada alasan untuk kecewa. Saya bahagia jika anda mendapatkan seseorang yang akan membahagiakanmu. Tak ada kata perpisahan di antara kita".

Malam itu perasaan Braļ½ tenang sekali. Ingatannya tak bisa lepas dari Rosa. "Jangan lupa tulis surat ya", kata kata Rosa selalu mampir di telinganya. Berkali kali mencoba menulis. Tetapi selalu kandas di tengah. Ah besok masih ada hari untuk menulis. Tak perlu kecil hati. Tak perlu tergesa.

2 comments:

  1. pilihan hati.......atau menyesal kemudian hari ya ki.........hehehe salam

    ReplyDelete
  2. Perjalanan hidup, pasangan dan kebahagiaan adalah pilihan, bkan nasib. Jalanilah dengan iklas sesuai denagn bisikan hati nurani. Salam Bung Djoko, selamat liburan akhir tahun, selamat Natal dan Thun Baru. Tambah sukses dan bahagia

    ReplyDelete