Thursday, April 9, 2009

(13) Selamat tinggal kesunyian

Dari hari ke hari, Rosa hanya menanti. Menanti kedatangan Dedi sebelum berangkat ke Australia. Ingin mendengar kata kata dan selamat tinggal. Dia ingin memeluknya dan membisikkan kata kata mesra perpisahan. Dia akan menunggu. Dia akan mendoakan keberhasilan Dedi demi kebahagiaan mereka bertiga. Namun sampai hari keberangkatannya. Dedi tak pernah muncul. Tak ada kata perpisahan. Tak juga lewat telepon. Rosa tetap menunggu dalam kesunyian yang dalam. .Namun dia terhibur karena Tita. Hanya bersama Tita dia menyelami hari hari yang sunyi. Kira kira sebulan kemudian, dia menerima kiriman warkat pos. Alamat pengirim tak jelas. Dari NewCastle, Australia. Ternyata dari Dedi. Isinya singkat dan jelas.

Rosa sayang,
Maaf jika saya tak sempat datang ke Bandung sebelum berangkat. Sampai detik detik terakhir sebelum keberangkatan, saya masih begitu sibuk menyelesaikan dokumen dokumen kontrak di kantor. Bahkan saya tak sempat pamitan dengan mama dan papa. Mereka sedang keluar kota. Hanya bicara lewat tilpon. Moga moga anda dan Tita selalu sehat sehat saja. Sampaikan maaf saya ke papa dan mamamu. Juga ke Iwan. Mohon maaf jika saya tak sempat pamitan ke mereka. Perpisahan ini hanya sementara. Walau mungkin akan lama. Paling tidak dua tahun. Saya akan mencoba pulang menengokmu setelah setahun menjalani program. Saya harap Rosa bisa mengerti situasi yang saya hadapi. Semua demi kebahagiaan kita bersama.
Sayang selalu untukmu dan untuk Tita,
Salam dari Newcastle,
Dedi.

Rosa membaca pesan itu dengan tenang. Ada kekecewaan yang dalam. Namur perasaan itu diredamnya dalam dalam. Dia tak lagi menangis dan merasa sedih. Rasa jengkel dan marah mulai marayap dalam hatinya. "Tega benar dia meninggalkan saya dan Tita tanpa kata perpisahan". Semua kekecewaan, jengkel dan marah diredam dalam hati. Dia hanya diam.

"Kok Dedi tak datang datang lagi Rosa? Baik baik kan semuanya?" Mamanya suatu sore bertanya.
" Iya ma mungkin saja sedang sibuk pekerjaan"
"Sibuk sih bisa saja. Tetapi masak nggak kasih kabar sedikitpun?"
Rosa tak bisa berucap apa apa. Hanya membisu. Matanya berkaca kaca. Tak bisa mengendalikan.
"Ada apa nak? Ada sesuatu yang nggak beres? Katakan apa adanya".
"Ma, kak Dedi ke Australia sudah sebulan ini. Mungkin lama karena ambil program paska di sana"
"Apa katamu? Dia ke Australia? Mengapa nggak pamitan sama mama dan papamu?. Dia bilang sama kau?"
"Iya ma, waktu ke sini bulan lalu, dia bilang singkat. Saya pikir dia masih akan datang ke sini untuk pamitan".
"Moga moga semuanya baik baik saja nak. Tetapi keterlaluan. Tak ada kata sepatahpun untuk papa dan mamamu"
"Dia mohon maaf ma untuk mama dan papa. Katanya tak sempat pamitan. Juga tak sempat pamit sama papa dan mamanya. Sangat sibuk sampai menjelang berangkat".
"Pekerjaan memang tak akan ada habisnya kalau dituruti. Tetapi tak harus melupakan keluarga, tak harus melupakan anak isteri".
'Saya baru terima suratnya dari NewCastle hari ini ma. Saya siap sendirian dalam waktu yang lama. Bersama Tita".
"Saya akan bilang sama papamu. Kau harus tegar dan tabah nak. Jangan gampang menyerah".

***

Bulan berganti bulan. Irama hidup sehari hari berjalan seperti sedia kala. Rosa masih sempat mengikuti kegiatan perkuliahan. Tidak teratur seperti dulu. Dia harus meluangkan waktu untuk Tita. Kadang kadang berita datang dari Dedi. Cuma singkat mengabarkan bahwa semuanya berjalan baik. Tak banyak menanyakan keadaan Tita. Kadang berbulan bulan tak ada berita. Rosa juga tak berminat mencari tahu atau menghubungi. Juga tak mencoba menghubungi papa dan mama Dedi di Jakarta. Bulan bulan pertama Rosa kadang kadang mencoba tilpon orang tua Dedi. Tetapi pembicaraan terasa kaku. Sama sekali tak akrab. Mungkin dia sendiri yang merasa tak bisa akrab. Tak tahulah.

Rosa menyadari kalau dia tak bisa sekedar mengharapkan hidup dari papa dan mama. Dia ingin mandiri, paling tidak mempunyai sesuatu sendiri. Meski sebenarnya papa dan mamanya tak mengharapkannya. Mereka tak kekurangan materi sedikitpun. Mama dan papanya punya pabrik tekstil yang sudah berjalan. Rosa akhirnya memutuskan memulai usaha sendiri. Usaha pakaian jadi. Membuat pakaian anak anak. Mungkin karena dia selalu memikirkan pakaian untuk Tita. Dia berpikir, kalau bisa memproduksi sendiri pakaian anak. Mulai usaha kecil kecilan. Dia mulai menggaji beberapa pegawai dan menggunakan ruang pavillion samping untuk tempat usaha. Papa dan mamanya sangat mendukung dan selalu memberikan pendapat bagaimana meningkatkan mutu dan memasarkan pakaian jadinya.

Hampir terlupakan kesunyian yang selama ini membayangi. Lewat setahun setelah kepergian Dedi, tiba tiba saja di satu siang sehabis makan siang dia menerima suratnya. Isinya singkat tetapi mengubah jalan hidupnya ke depan.

Rosa yang baik,
Semoga kau dan Tita selalu dalam keadaan baik di Bandung. Saya di NewCastle juga selalu dalam keadaan baik. Lama saya tak memberi kabar. Memang sangat sibuk menghadapi kuliah. Tetapi ada sesuatu yang membuatku lama tak menulis. Semakin lama saya semakin menyadari jika kita mungkin tak bisa berjalan bersama. Selama ini saya hanya mengejar cita cita masa depan saya sendiri. Tak banyak memperhatikanmu dan Tita. Saya merasa tak bisa melakukan apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang suami dan seorang ayah. Biarlah saya pasrah menerima keadaan ini. Rosa, semoga kau bisa memperoleh kebahagiaan walau tanpa aku. Kerjarlah cita cita dan kebahagiaanmu. Mungkin suatu saat kita akan bertemu dalam keadaan yang leih baik.
Salam dari New Castle, Dedi.

Surat itu dibacanya dengan tenang.. Tak ada kesedihan karenanya. Tak ada dendam dan kemarahan. Dia semakin mantap untuk bekerja keras mengembangkan usahanya demi anaknya . Demi Tita. Dia sudah duduk di tahun ketiga fakultas ekonomi ketika harus memutuskan untuk meninggalkan bangku kuliah. Demi anak dan demi kelancaran usahanya. Tak bisa semuany dijangkau pada saat yang sama. Harus mengambil keputusan mana yang perlu diprioritaskan. Proses perpisahan dengan Dedi berjalan lancar walau makan waktu lama. Dia juga tak banyak menuntut. Dia merasa mampu sendiri melakukan segalanya demi masa depan Tita. Tak perlu mengharapkan uluran Dedi.

Semuanya menjadi cerita masa lalu Dia ingin melupakannya. Dia hanya ingin melihat ke depan. Apapun jadinya. Usaha pakaian jadinya dia kembangkan. Dia buka workshop untuk memproduksi pakaian jadi khusus pakaian anak. Dia beri merk produknya Titania. Semuanya demi Tita. Selamat tinggal kesunyian. Selamat tinggal kepedihan.

No comments:

Post a Comment